Persoalan zakat sudah menjadi issu nasional.
Betapa tidak, sejak kemerdekaan hingga hari ini persoalan bangsa tak kunjung
terurai. Dari masalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan selalu menjadi
momok bagi setiap pemerintahan.
Menyadari bahwa untuk mengurai masalah
tersebut tidak mungkin ditangani sendiri oleh pemerintah maka tidaklah keliru
jika pemerintah menggandeng lembaga Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) yang
nota bene bentukan pemerintah sendiri maupun LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang
murni swasta, untuk bersama-sama memikirkan masyarakat miskin termarjinalkan.
Kendala utama dalam penanganan zakat adalah
kita dihadapkan pada sebuah tradisi yang begitu kuat mengakar di tengah masyarakat. Secara turun
menurun, masjid, tokoh masyarakat, kerabat dekat tak mampu, menjadi tempat masyarakat muslim
menunaikan zakatnya.
Tidaklah mudah merubah paradigma, meski pegiat
zakat dibekali amunisi berupa UU, Kepres, PP, Kemendagri dan Perda toh tidak serta merta kaum muslimin
mematuhinya. Jangankan masyarakat kebanyakan, para Kepala Daerah, semacam
Gubernur, Bupati/Walikota pun banyak yang abai terhadap regulasi yang ada.
Barangkali ini salah satu dampak dari otonomi daerah.
Sudah berulang kali BAZNAS Maluku Utara
mengadakan rakor dengan BAZNAS Kabupaten/Kota namun hasilnya tidak seperti yang
diharapkan. Akhirnya setelah mempertimbangkan berbagai hal BAZNAS MALUT
memutuskan untuk langsung merangkul lembaga masjid yang memiliki peran
strategis di tengah masyarakat. Sudah saatnya kita mendorong terciptanya
hubungan timbal balik antara masjid dengan umat di sekitarnya. Jika dulu umat
selalu dituntut untuk memakmurkan masjid kini sudah saatnya giliran masjid -
tentu saja melalui pengurusnya - memakmurkan umat kurang mampu di sekitarnya.
Sebelum memutuskan merangkul pengurus masjid
khususnya panitia zakat sempat gamang juga, kira-kira apa yang bisa ditawarkan
BAZNAS kepada pengurus masjid. Sebab, jika hanya sekedar ceramah maka akan
mengulangi kegagalan demi kegagalan serupa. Alhamdululillah, kegamangan saya
tak berlangsung lama, tanpa sengaja saya menemukan sebuah blog (softwarezakat.blogspot.com)
yang mewakafkan aplikasi zakatnya untuk kepentingan umat. Akplikasi ini cukup
memadai dan mudah dipahami oleh siapapun dan yang penting masih bisa
dikembangkan.
Perlu diketahui, BAZNAS sendiri sebetulnya telah
memiliki softwarenya yang disebut SIMBA (Sistem Manajemen Informasi Baznas),
hanya sayang tidak ada versi offline-nya sehingga tidak bisa diakses tanpa
melalui jaringan internet.
Kegiatan yang bertajuk Pelatihan Aplikasi
Zakat Berbasis Masjid Tahap I Tahun 2015,
tengah saya lakukan yang dipecah menjadi 10 klotih (kelompok latih).
Setiap klotih 8 masjid jadi total 80 masjid dari 93 masjid yang terdata di
Kemenag Kota Ternate.
Ternyata peserta yang diundang di setiap
klotih tidak seluruhnya hadir. Mungkin karena tidak memiliki laptop sebagaimana
yang disarankan dalam undangan untuk membawanya serta.
Demikian sedikit gambaran tentang latar
belakang pengurus BAZNAS Malut memakai
Aplikasi Zakat besutan Mas Khalid.
Salam tadzim untuk Mas Khalid, terus berkarya
mas...atau pasnya Kang ya! Semoga pahalanya terus mengalir seiring dengan
karya-karya nyata yang terwakafkan dan termanfaatkan.
Jazaakallahu khairan jazaa...
Nailul Amana G,
Ketua